SEMENTARA MENUNGGU TUAN GURU SARA'AN


CERPEN

SEMENTARA MENUNGGU TUAN GURU SARA'AN

Yuspianal Imtihan

 

 "Coba tiang mohon perhatiannya sebentar gih. Sebaiknya kita tunda saja dah dulu pertemuan malam ini. Lagipula, Pak Kades dan Tuan Guru Sara'an belum juga hadir di tengah-tengah kita. Sudah tengah malam ini. Biar ndak sia-sia kita menunggu tanpa ada kejelasan begini. Lagipula besok pelinggih de sekalian akan kembali bekerja, dan pastinya akan sibuk sekali dengan urusan masing-masing." Kata seorang warga bernama Mamiq Bandel. Dia mencoba memutus pembicaraan para warga yang hadir dan memadati teras Mushola Al Kahfi malam itu.

 

Ada lah mungkin sekitar tiga jam setengah teras Mushola Al Kahfi itu biur-gantur. Situasinya menjadi tak terkendali. Sementara menunggu tuan guru Sara'an datang, mereka akhirnya menghabiskan waktu dengan berbicara. Ada banyak hal yang bisa mereka bicarakan. Ada yang bicaranya sambil berbisik-bisik, ada pula yang suaranya nyaring dan besar-besar. Satu tokoh sedang dinantikan kehadirannya sejak selesai Isya hingga tengah malam, tapi tokoh kita itu, belum juga menampakkan batang hidungnya.

 

Semua orang yang hadir itu sedang membicarakan sosok Tuan Guru Sara'an yang mereka anggap sebagai pahlawan, karena keberhasilannya menyelamatkan kampung itu dari gangguan Tauselak yang sudah hampir dua pekan meneror ketentraman warga. Jadi, inilah alasannya mereka ingin bertemu, sekalian ingin mengangkat Tuan Guru Sara'an itu, sebagai wali yang baru di kampungnya. Sudah terlalu lama mereka tak memiliki sosok wali yang bisa digugu dan ditiru.

 

Namun, satu-satunya orang di tempat itu yang enggan membicarakan Tuan Guru Sara'an adalah Mamiq Bandel. Hanya dia yang tampak gelisah dan terus-terusan menguam berulang-ulang kali. Membosankan sekali. Pikirnya begitu. Sementara warga yang lain, tampak sibuk membicarakan peran Tuan Guru Sara'an.

 

"Luar biasa memang lamun Tuan Guru Sara'an wah turun tangan jak. Ndak arak balaqane. Timak jak satus lueq a Tauselak no ka, bau doang ya gin kalah" (Luar biasa kalau Tuan Guru Sara'an sudah turun tangan. Tidak akan ada yang bisa menghalangi. Meskipun seratus banyaknya Tauselaq itu. Bisa saja dia kalahkan) Tutur seorang warga kepada warga yang lainnya.

 

"Be ya pok na bau jari Tuan Guru sida. Harus dengan sakti, be lamun ite jak apa laloq. Aku doang buek nyenyerot pas ne dateng Tauselaq no no jok bale" (Itulah kenapa dia bisa jadi Tuan Guru. Kalau kita mah siapa. Aku saja sampai diare saat Tuselaq itu datang ke rumah.) Tutur warga lainnya.

 

"Wah side sih masih mending kena diare. Kami sekeluarga di rumah, hampir lima hari tidak berani keluar. Kalo sudah masuk waktu Maghrib, kami akan mengunci gerbang dan semua yang bisa dibuka. Benar-benar hari yang menyeramkan kalo diingat-ingat kembali" Tambah seorang warga pendatang keturunan Pakistan yang sudah sangat fasih berbahasa Indonesia itu.

 

Malam itu, setiap warga tampak memilih perkumpulannya masing-masing. Mereka membuat lingkaran-lingkaran kecil terdiri dari tiga belas sampai enam belas orang. Meski yang dibicarakan adalah peran Tuan Guru Sara'an yang berhasil mengalahkan Tauselaq di kampung itu. Tuan Guru Sara'an kini menjadi sangat poluler dikalangan warga kampung Reban Julu, kampung yang juga dijuluki sebagai kampung sukadamai.

 

Namun, karena mendapati dirinya terabaikan begitu saja. Mamiq Bandel pun terlihat kesal dan marah. Dan, agar ia juga memiliki aktivitas lain, karena memang tak satupun warga yang kenal dan akrab dengannya. Dia, akhirnya jadi kepikiran untuk merekam saja semua pembicaraan mereka itu. Lumyan jadi konten. Pikirnya begitu. Lalu, dengan secepat kilat ia pun mengeluarkan sebuah Gawai dari saku celananya. Belum juga ia mulai merekam suara-suara yang berterbangan dan terjebak di teras Mushola Al Kahfi itu. Tetiba, seorang warga yang melihat aksinya pun langsung meneriakinya.

 

"Woi!, apa yang kamu lakukan itu hah! Kamu pikir, aku akan membiarkan mu menangkap suara-suara kami dan memasukkannya di Gawaimu itu! Jangan mimpi kamu ya! Kami tak sudi! Kami tak sudi suara-suara kami kamu lempar lagi ke luar sana dan menjadi konsumsi orang lain yang menjijikkan" Katanya sambil berusaha menutup mulut seorang warga lain yang duduk di sebelahnya agar segera berhenti berbicara. "Bahaya! Ini sangat berbahaya. Tidak boleh ada yang berusaha melempar suara-suara kita. Lebih baik kamu tinggalkan tempat ini. Lagipula, kami tidak mengenal mu." Katanya sembari berusaha meyakinkan yang lain.

 

Semua orang yang ada di tempat itu pun langsung terdiam. Sepi. Sunyi. Dan, kini ratusan pasang mata dari setiap warga yang tadinya berbicara itu, kini berbalik memberi tatapan tajam kepada Mamiq Bandel. Mereka juga memasang ekspresi marah padanya. Mamiq Bandel menjadi incaran kemarahan warga yang memang tak mengenalinya karena sepanjang hidup bermasyarakat. Mamiq Bandel sangat jarang kelyar dari kediamannya yang amat luas di kampung itu. Mamiq Bandel sendiri merupakan warga pendatang di kampung itu. Sejurus kemudian, karena mendapati dirinya ditatap seperti itu, Mamiq Bandel yang tak mau kalah gertak itu, lalu memilih berdiri dan bergerak maju ke tengah-tengah kerumunan itu. Dia, meminta izin untuk berbicara, didengarkan dan ditangkap suara-suaranya dengan seksama. Ajaibnya, atas keberaniannya itu, semua warga yang ada di teras Mushola Al Kahfi itu, memberikan jempolnya dan mempersilakan Mamiq Bandel berbicara sepuas hatinya. Mereka memperbaiki posisi duduk dan siap memerhatikannya.

 

"Semeton sekalian. Dengar. Dengarkan tiang sekali ini saja. Jadi begini, Ini kan sudah larut malam. Sudah waktunya pulang. Ingat, anak istri kita kan sedang kita tinggalkan di rumah masing-masing. Dan, sudah terlalu lama juga kita meninggalkan mereka di sini. Kita juga harus memikirkan keselamatan mereka dari gangguan yang lain. Oke! Tiang juga percaya kalau Tauselak yang beberapa minggu kemarin meneror kita itu, kini sudah kalah oleh Pak Tuan Guru Sara'an. Tapi kan, coba side lihat situasinya saat ini. Kita malam ini, ibarat seorang anak tanpa induk. Lihat! Sampai detik ini, panitia yang mengundang kita saja, tak satupun berada di tempat ini. Tuan Guru itu juga tidak jelas, apakah ia bisa datang malam ini atau tidak. Terus terang, situasi ini malah bikin tiang curiga dan khawatir saja begitu. Kenapa kita dikumpulkan di tempat ini dan tidak ada memandu jalannya pertemuan ini sejak awal. Jadi, apakah tidak ada yang berpikir bahwa situasi ini sangat aneh dan ganjil? Atau tidak adakah yang berfikir bahwa situasi ini jangan-jangan adalah sebuah jebakan?" Katanya dengan sedikit panjang lebar menjelaskan situasi yang ia bayangkan dan mengakhirinya dengan bertanya.

 

Dengan cepat, seorang warga yang berhasil menangkap dan mengetahui maksud dari apa yang disampaikan Mamiq Bandel tadi. Seorang warga berkepala botak yang barangkali diminta mengawasi pertemuan, yang barangkali juga di minta oleh seseorang atau sekelompok organisasi rahasia, atau yang lainnya begitu, sehingga warga berkepala botak itu langsung bergegas mendekati Mamiq Bandel dan orang itu langsung melayangkan tinjunya ke arah wajah Mamiq Bandel. Tetapi dengan repleks Mamiq Bandel ternyata mampu menghindarinya. Untunglah Mamiq Bandel tampak lihai karena memiliki sedikit keahlian. Dan, karena mendapati dirinya gagal mengenai wajah Mamiq Bandel yang menjadi sasaran, malah membuatnya semakin emosi. Warga itu pun dengan segera memasang kuda-kudanya. Melihat jenis kuda-kuda yang digunakan oleh warga berkepala botak itu, Mamiq Bandel pun tampak riang karena kuda-kuda itu tampak tak asing baginya.

 

"Side dari Perguruan Naga Sakti?" Tanyanya begitu.

 

"Loh, kok side bisa tahu?" Warga berkepala botak itu balik bertanya.

 

"Ya tahulah. Tiang ini dulu juga pernah belajar diperguruan Naga Sakti. Oh iya, Masih hidup Papuq Da'eng?" Tanyanya lagi.

 

"Yaok. Side kenal sama Puq Da'eng? Mbiq tiang kan itu. Beliau sudah lama sekali wafat." Jawabnya.

           

"E Nene' Kaji Saq Kuase ndih, Sudah lama sekali ternyata ya. Lama sekali, tiang meninggalkan tanah Kelayu. Puq Da'eng dan Puq Sahar adalah guru saya juga dulu. Tiga belas tahun, sebelum pindah ke kampung ini." Kata Mamiq Bandel menceritakan warga berkepala botak dan seluruh yang hadir di tempat itu. Sambil memerhatikan seluruh warga yang masih terdiam dan tetap memilih memerhatikan Mamiq Bandel dan seorang warga berkepala botak yang ternyata warga Kelayu itu. Ia pun melanjutkan lagi bernostalgia.

 

"Dulu, inilah kuda-kuda pertama yang tiang pelajari sewaktu belajar di perguruan naga sakti. Kuda-kuda yang sempurna ini, memiliki keunggulan tersendiri." Katanya sambil sesekali memperagakan gerakan kyda-kyda tersebut. "Ketika musuh menyerang, sekuat apapun serangannya, namun kuda-kuda ini bisa dengan sigap menghindari serangan tersebut. Bahkan serangan lawan tersebut akan membuka kesempatan kita untuk langsung mengenai titik vitalnya. Dibagian rahang kiri ataupyn kanan. Bisa juga langsung menarik tangan musuh tersebut, mengunci dan mematahkannya. Hanya dengan memutar badan sedikit, kaki kiri sigap mundur dan kaki kanan sebagai tumpuan utama yang akan membantu memberikan dorongan tenaga, saat menghantam atau melakukan metode kuncian. Demikian mengenai kuda-kuda ini semeton tiang sekalian." Kata Mamiq Bandel mengakhiri penjelasannya soal kuda-kuda tersebut.

 

Riuh tepuk tangan dari seluruh warga di Mushola Al Kahfi itu pun terdengar sangat semarak. Situasinya kembali biur-gantur. Tapi bukan biur-gantur yang membuat risih telinga, melainkan biur-gantur yang kedengarannya sangat indah. Mereka melantunkan Sholawat Burdah, semacam seni acapella yang unik. Namun, belum juga habis satu sholawat Burdah sudah sepi lagi karena teriakan beberapa orang warga.

 

"Hei, dengar kalian semua! Kami sudah mengepung dan menguasai kampung ini! Kalau kalian berani melawan! Maka, anak-anak dan istri-istri kalian semuanya akan kami beri pelajaran." Kata beberapa orang warga tiba-tiba berteriak dari luar Mushola Al Kahfi. Dengan sigap, Mamiq Bandel pun berusaha mengambil peran.

 

"Bagaimana ini semeton sekalian, kecurigaan tiang yang sejak awal itu kini sudah terbukti kan? Bahwa pertemuan ini hanya sebuah rekayasa semata. Harus ada yang berani bertanggung jawab atas kejadian ini. Tapi siapakah di antara pelungguh sekalian yang berani menyatakan diri sebagai lawan atau kawan dari orang-orang yang di luar itu?" Tanya Mamiq Bandel kepada mereka.

 

Mendapati pertanyaan dari Mamiq Bandel itu, Kini situasi di teras Mushola Al Kahfi itu kembali biur-gantur. Setiap warga berusaha menghindarkan diri menjadi kawan ataupun lawan. Jadi saat yang lain bertanya apakah ia bersedia menjadi lawan, orang itu akan langsung bilang tidak, atau begitu orang itu di tanya apakah ia adalah seorang kawan maka orang itu juga akan menjawab tidak tahu atau dengan memberi alasan-alasan yang membingungkan. Biur-gantur yang membingungkan.

                                                                                                                             

Situasinya semakin larut semakin membingungkan semua orang yang ada di Mushola Alkahfi malam itu. Dan, di tengah situasi yang demikian itu. Setiap warga kemudian berinisiatif beraktivitas sendiri-sendiri. Mereka lalu merogoh saku celananya, mengambil gawainya, dan berusaha menghubungi keluarganya masing-masing, memastikan apakah mereka yang di rumah sudah diberi pelajaran atau tidak. Tak terkecuali dengan Mamiq Bandel. Dia juga langsung menghubungi istrinya.

 

"Halo, Hewe. Apakah ada orang yang memberimu pelajaran saat ini? Dan bagaimana dengan anak-anak kita?" Tanyanya melalui saluran telepon.

 

"Ah, ah, ah... Iya Miq napi arak, oh iya gih ini tiang lagi belajar ah, ah. Anak-anak juga lagi pada di ruang tamu tuh, di depan TV." Jawab istrinya sembari mendesah tak karuan karena ditindih benda padat di dalam kamarnya yang sangat luas itu.

 

"Oh syukurlah. Tiang jadi tenang dan lega sekarang. Ya sudah. Tiang mungkin akan pulang nanti setelah subuh gih". Katanya mengakhiri, lalu ia memasukkan gawainya lagi dikantong sebelah kirinya.

 

"Oh, iya, iya, ah. Iya Miq, tiang tunggu" Jawab istrinya sesingkat mungkin, karena ia masih berusaha sekuat tenaga menahan beban yang masih menindih tubuhnya yang gemuk.

 

Jadi, karena tubuh istrinya Mamiq Bandel itu sudah agak gemuk dan malah membuatnya jadi kurang percaya diri di hadapan Mamiq Bandel. Ia pun sering sekali mencuri-curi kesempatan saat suaminya tak berada di rumah untuk belajar mengikuti senam virtual lewat youtube. Di rumahnya, alat-alat bantu olah raga banyak sekali. Beraneka ragam bentuk dan kegunaannya. Alat-alat olah raga yang dilihatnya lewat iklan dan disangkanya akan membuat tubuhnya akan langsing, pastilah akan langsung masuk dalam daftar koleksinya. Meskipun sampai sekarang ia belum juga memiliki bentuk tubuh yang ideal seperti yang di idam-idamkan.

 

...

 

Di teras Mushola Al Kahfi. Tepat pada pukul tiga lewat beberapa belas menit dini hari. Pak Kades dan dua orang pengawalnya tiba-tiba datang. Tuan Guru Sara'an belum juga ada kabar, apakah ia akan hadi atau tidak. Kehadiran pak Kades itu membuat situasi yang sebelumnya biur-gantur, kini menjadi sangat tenang dan damai lagi. Hanya suara jangkrik, kodok tuntel dan beberapa hewan nokturnal lainnya yang terdengar dan dibiarkan memandu jalannya pertemuan. Cukup lama backsound dari komposisi suara-suara hewan-hewan malam itu mengambil alih pergantian suasana. Sampai pak Kades membuka suara untuk meminta seorang warga berkepala botak yang memiliki kuda-kuda dari perguruan Naga Sakti itu dan para warga penyebar berita hoax itu agar mereka maju menghadap.

 

"Sekarang side ber empat saya persilakan pergi dari sini saja ya. Jangan bikin bingung warga yang hadir di sini. Agar side tahu ya, kampung ini adalah kampung yang dijuluki kampung sukadamai. Karena kami telah berpuluh-puluh tahun berupaya tidak membenarkan adanya perselisihan di antara setiap warga atas permasalahan sekecil apapun. Hanya bila ada gangguan besar seperti gangguan Tauselak yang akan kami anggsp sebagai ancaman bersama. Untuk itu kami biasanya membuka kesempatan bagi setiap warga untuk mengambil perannya. Gangguan harus sirna dan setiap warga yang nantinya berhasil mengalahkan Tauselak sebagai ancaman yang meresahkan dan menakutkan, pasti akan kami berikan gelar wali." Kata Pak Kades memberi penjelasan kepada mereka sembari meminta mereka segera pergi meninggalkan tempat itu.

 

Tapi sebelum mereka pergi. Mamiq Bandel yang merasa kasihan itu malah meminta sedikit waktu untuk diberikan kesempatan berbicara lagi. Seluruh warga yang menyaksikan Mamiq Bandel meminta izin kepada pak Kades itu pun dengan serempak memberikan jempolnya. Mamiq Bandel pun menguraikan maksudnya. Ia berdiri di tengah-tengah kerumunan dan mulai berbicara. Setelah mendengar, menangkap dan memahami maksud dan tujuan Mamiq Bandel. Pak Kades sangat terkesima dengan caranya Mamiq Bandel dalam menyampaikan sesuatu. Pak Kades pun juga sangat senang dan segera memberikan jempolnya. Mengingat sudah lama sekali rasanya paka Kades itu tidak mendapati warganya berani berbicara di hadapan orang banyak. Permintaan Mamiq Bandel itu sebenarnya sederhana. Yakni, meminta agar pak Kades memasukkan nama keempat warga tadi sebagai warga baru di kampung itu. Dan, pada saat Pak Kades meminta pendapat warga asli kampung itu. Semua warga di kampung itu pun menyambut baik dan secara serentak berteriak setuju.

 

Biur-gantur pun kembali terjadi. Kali ini, seluruh warga di teras Mushola Al Kahfi itu senang dan bahagia karena kini kedatangan warga pendatang baru lagi. Keempat warga itu kini diterima menjadi bagian dari kampung Reban Julu yang di juluki kampung sukadamai. Sementara Mamiq Bandel yang banyak memiliki peran malam itu akhirnya diangkat sebagai Wali yang baru di kampung itu.

 

 

TAMAT

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MUSIK CILOKAQ SEBAGAI SALAH SATU PRODUK PROMOSI INDUSTRI PARIWISATA LOMBOK TIMUR

Menggugah Jiwa Kesenian Masyarakat Lombok Timur